Analisis Data Historis Banjir di Jakarta (2008-2025) Menggunakan Python dan AI (IBM Granite Instruct) Untuk Memberikan Rekomendasi Mitigasi Kepada Pemerintah Daerah Propinsi Jakarta
Project Overview
Tujuan Proyek (Project Goals)
- Mengidentifikasi pola dan tren utama bencana banjir, termasuk waktu puncak kejadian (pola temporal) dan lokasi paling rentan (pola spasial).
- Menyajikan wawasan (insight) yang mendalam dari hasil analisis data sebagai dasar pengambilan keputusan.
- Memberikan rekomendasi strategis yang konkret dan bisa ditindaklanjuti (actionable) kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk meningkatkan efektivitas program pencegahan dan penanggulangan banjir di masa depan.
Pendekatan (Approach):
Analysis Process (Proses Analisis)
a. Pengumpulan dan Pemrosesan Data (Data Collection & Processing):
● Sumber Data: Data primer yang digunakan adalah "Data Banjir Jakarta 2008-2025"yang bersumber dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Mengapa hanya dalam rentang 2008-2025? Karena memang yang tersedia dalam web tersebut hanya dalam rentang waktu tersebut, tidak ada yang lebih lama lagi.
Data bisa didownload di sini: https://dibi.bnpb.go.id/superset/dashboard/2 /
● Download dan Cleaning Data. Cleaning (pembersihan data) manual dengan membuang kolom-kolom yang tidak diperlukan untuk analisa data, seperti kolom: id, id_propinsi_sdi, id_propinsi_bpjs dan lain-lain.
Dataset yang telah dibersihkan: https://github.com/masisparmo/capstone-project/blob/main/Data_Banjir_Jakarta_2008-2025_BNBP_clean.csv
b. Analisis Data Eksploratif (Exploratory Data Analysis - EDA):
● Tujuan: Memahami karakteristik utama dari data dan menemukan pola yang signifikan.
● Metode: Teknik yang digunakan adalah agregasi data menggunakan fungsi
seperti value_counts() dan groupby() pada library pandas.
Analisis difokuskan pada tiga dimensi utama:
1. Analisis Tahunan:
Menghitung jumlah total kejadian banjir
untuk setiap tahun.
2. Analisis Bulanan:
Menghitung frekuensi kejadian banjir pada
setiap bulan untuk mengidentifikasi pola musiman.
3. Analisis Spasial (Wilayah): Menghitung jumlah kejadian banjir di setiap kota administrasi di Jakarta.
c. Visualisasi Data (Data Visualization):
● Tujuan: Menyajikan hasil analisis data dalam format visual
yang mudah dipahami oleh berbagai
pemangku kepentingan.● Teknik: Library matplotlib dan seaborn digunakan untuk membuat grafik batang (bar charts). Pemilihan grafik batang dianggap paling tepat karena sangat efektif dalam membandingkan kuantitas antar kategori yang berbeda (tahun, bulan, dan wilayah). Palet warna yang berbeda digunakan pada setiap grafik untuk membedakan konteks analisis.
Insight & Findings (Wawasan & Temuan)
Data menunjukkan pola musiman
yang sangat jelas. Puncak
kejadian banjir secara konsisten terjadi pada bulan Februari,
dengan total 84 kejadian
akumulatif.
Ini mengkonfirmasi bahwa puncak musim
penghujan merupakan pemicu utama banjir
di ibu kota. Terdapat juga periode rawan kedua yang lebih rendah pada akhir tahun, yaitu bulan November (39 kejadian). Insight ini sangat berharga karena memberikan jendela
waktu yang spesifik
bagi pemerintah untuk menyiagakan seluruh sumber
daya pencegahan dan penanggulangan.
Temuan 3: Jakarta Timur dan Jakarta Selatan Merupakan Wilayah Paling Rentan
Analisis spasial menunjukkan adanya disparitas kerentanan yang tinggi antar wilayah. Kota Administrasi Jakarta Timur tercatat sebagai wilayah yang paling sering terdampak banjir
dengan 130 kejadian, diikuti oleh Kota Administrasi Jakarta Selatan dengan 108 kejadian. Jumlah ini jauh melampaui wilayah lain seperti Jakarta Barat (58), Jakarta Utara (35), dan Jakarta Pusat (13). Temuan ini menegaskan bahwa upaya mitigasi harus diprioritaskan di kedua wilayah tersebut, yang kemungkinan besar dipengaruhi oleh faktor topografi, kepadatan penduduk, dan kondisi sistem drainase serta sungai yang melintasinya.
Kesimpulan
Analisis data menunjukkan bahwa bencana banjir
di DKI Jakarta bukanlah kejadian acak, melainkan memiliki pola temporal dan spasial yang dapat diidentifikasi dengan jelas. Puncak musim hujan pada bulan Februari secara signifikan meningkatkan frekuensi banjir, terutama di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Adanya tahun-tahun dengan lonjakan ekstrem mengindikasikan perlunya sistem kewaspadaan dini yang mampu mengantisipasi faktor-faktor pemicu non-musiman.
Rekomendasi Berbasis Data:
(Catatan: rekomendasi ini didapat dari output prompt LLM IBM Granite (ibm-granite/granite-3.3-8b-instruct)).
Berdasarkan temuan di atas, berikut adalah rekomendasi konkret yang dapat diimplementasikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta:
a. Jangka Pendek (Prioritas < 6 Bulan - Persiapan Musim Hujan Berikutnya):
1. Fokuskan Sumber Daya Pra-Musim
Hujan:
Alokasikan sumber
daya (personel, anggaran, peralatan) untuk program pengerukan sungai/kali dan pembersihan saluran air secara masif di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan, dimulai sejak
bulan Oktober.
2. Sistem Peringatan Dini Berbasis
Komunitas: Aktifkan sistem peringatan dini (EWS) di level RW/kelurahan pada wilayah paling rentan yang telah teridentifikasi. Lakukan sosialisasi dan simulasi evakuasi rutin menjelang bulan Januari-Februari.
3. Optimalkan Posko Banjir: Siapkan dan petakan lokasi posko pengungsian dan dapur umum di Jakarta Timur dan Selatan dengan kapasitas yang memadai, berdasarkan data historis jumlah pengungsi.
b. Jangka Menengah (1-3 Tahun):
1. Audit Infrastruktur Drainase: Lakukan audit menyeluruh terhadap kapasitas dan kondisi sistem drainase primer
dan sekunder di Jakarta Timur
dan Selatan. Hasil audit menjadi dasar untuk program rehabilitasi dan peningkatan kapasitas.
2. Percepatan Program Sumur Resapan: Prioritaskan pembangunan sumur resapan komunal dan individual di area padat penduduk dan area komersial di Jakarta Timur dan Selatan untuk mengurangi volume air limpasan.
3. Naturalisasi dan Normalisasi Sungai:
Percepat proyek naturalisasi atau normalisasi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) yang melintasi Jakarta Timur dan Selatan, seperti Kali Ciliwung
dan Kali Sunter.
c. Jangka Panjang (3+ Tahun):
1. Revisi
Kebijakan Tata Ruang: Tinjau kembali kebijakan tata
ruang
kota (RTRW) dengan
memberlakukan moratorium atau aturan yang sangat ketat untuk pembangunan di kawasan resapan air dan sempadan
sungai.
2. Pengembangan Waduk dan Embung: Rencanakan pembangunan waduk atau embung baru di hulu atau wilayah perbatasan yang berfungsi
sebagai tampungan air (retention basin)
sebelum masuk ke area padat penduduk.
3. Kolaborasi Lintas Daerah: Perkuat kerjasama dan sinergi kebijakan tata kelola air dengan pemerintah daerah di kawasan hulu (Bogor, Depok)
untuk mengendalikan debit air yang masuk ke Jakarta.
AI Support Explanation (Penjelasan Dukungan AI)
1. Sintesis Informasi: Setelah data numerik dan visualisasi tren disiapkan, ringkasan temuan tersebut diberikan kepada AI. AI mampu menyintesis informasi kuantitatif ini dan merangkainya menjadi
sebuah narasi analisis
yang
logis
dan mudah dipahami, seolah-olah dilakukan oleh seorang konsultan ahli.
2. Hipotesis Penyebab: Berdasarkan pola yang ada (misalnya, puncak di Februari dan kerentanan Jakarta Selatan), AI membantu merumuskan hipotesis mengenai
akar penyebab
yang lebih dalam. Contohnya, menghubungkan data dengan isu spesifik seperti pertemuan aliran sungai di Jakarta Selatan atau dampak urbanisasi yang cepat di Jakarta Timur.
3. Mengusulkan Rekomendasi: Salah satu kontribusi terbesar AI adalah kemampuannya untuk menstrukturkan rekomendasi kebijakan. AI mengklasifikasikan saran-saran menjadi
kategori jangka pendek,
menengah, dan panjang. Pengkategorian ini sangat vital bagi pemerintah karena memungkinkan perencanaan yang terukur, bertahap, dan sesuai dengan skala prioritas serta ketersediaan anggaran.
Dengan demikian, AI berfungsi sebagai
jembatan antara data mentah dan kebijakan yang bisa ditindaklanjuti, memastikan bahwa rekomendasi yang diberikan tidak hanya reaktif, tetapi juga
strategis dan berwawasan ke depan. Terima Kasih.
Laporan ini bisa di download dalam bentuk pdf di sini
Comments
Post a Comment